Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Jumat, 18 September 2015

Makalah Hukum Internasional






KATA PENGANTAR

Dengan adanya tugas makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah hukum internasional, maka dengan ini saya membuat rangkuman  makalah perkuliahan.
             Ini merupakan intisari yang saya rangkum mengenai hubungan hukum internasional dengan hukum nasional , untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada bapak dosen, mohon maaf bila ada kekurangan dalam tugas makalah ini.  Akhirul kata, Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat.



Indralaya, 14 september 2015
                        Penyusun,

                                                                        Raka tri portuna










DAFTAR ISI
                                                                                              Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
          1.1       Latar Belakang ........................................................... 1
          1.2       Rumusan Permasalahan ............................................. 2
          1.3       Tujuan ........................................................................ 2
          1.4       Manfaat....................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................. 3
          2. 1       Tempat hukum internasional dalam tata hukum secara                                                                             keseluruhan................................................................ 3
          2. 2.       Primat hukum internasional menurut praktik
                        internasional.............................................................. 5
          2. 3.       Hubungan antara hukum internasional dan hukum 
                        nasional menurut hukum positif negara.................... 6
      BAB III HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DENGAN HUKUM NASIONAL.................................................................................................... 7
                        2. 3.     Teori-teori hubungan hukum internasional dengan hukum                                                                 nasional.........................................................................................8
                             2. 4.     Hubungan hukum internasional dengan hukum nasional
                                         dalam praktik negara-negara................................................... 16
                 KESIMPULAN................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 20





BAB I
PENDAHULUAN
1. 1.       LATAR BELAKANG
Hubungan kerjasama yang terjadi antarnegara didorong kebutuhan satu sama lain. Adanya perkembangan globalisasi menuntut setiap negara untuk menyesuaikan diri. Setiap negara harus menjalin hubungan dengan negara lain untuk dapat saling melengkapi, baik hubungan disektor kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar Negara. Dalam melaksanakan hubungan kerjasama tersebut tentunya diperlukan sebuah aturan yang tegas yang mengikat semua pihak yang terkait dalam hubungan tersebut.
Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya. Hukum Nasional di Indonesia masih menganut sistem hukum Eropa Kontinental.
Dari kondisi di atas terdapat suatu masalah yang menarik untuk dibahas lebih lanjud di dalam makalah ini yaitu mengenai hubungan di antara hukum HI dan HN.






1. 2.       PERMASALAHAN
1.      Sejauh mana hubungan hukum  internasional dan hukum nasional?
2.      Dimana letak/tempat hukum  internasioal dala tata hukum seara keselurhan?
3.      Bagamana kedudukan hukum internasional dalam tata hukum pada umumnya, menurut praktik Di negara Inggris, Amerika Serikat, dan Indoesia!
4.      Manfaat mempelajari hubungan hukum  internasional dan hukum  nasional?



1. 3.       TUJUAN
·         Mempelajari dan memahami mengenai hubungan  hukum  internasional dan hukum nasional.
·         Mempelajari praktek-praktek hubungan hukum internasional dengan hukum nasional di beberapa Negara.
1. 4.       MANFAAT
·         Dapat mengerti dan mengaplikasikan dalam berbagai kasus yang dihadapi terutama di Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN

2. 1.     Tempat hukum internasional dalam tata hukum secara keseluruhan
             Seperti juga banyak persoalan lain, jawaban yang dapat diberikan terhadap persoalan hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional banyak bergantung darimana kita memandang persoalan itu atau dengan perkataan lain bergantung dari sudut pandang si pembahas. Kita mengetahui bahwa dalam teori ada dua pandangan tentang hukum internasional pandangan yang dinamakan voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional ini pada kemauan negara dan pandangan objektivis yang menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini lepas dari kemauan negara. Pandangan yang berbeda ini membawa akibat yang berbeda pula karena sudut pandangan yang pertama akan mengakibatkan adanya hukum internasional dan hukum nasional sebagai dua satuan seperangkat hukum yang hidup berdampingan dan terpisah, sedangkan pandangan objektivis menganggapnya sebagai dua bagian dari satu kesatuan perangkat hukum. Erat hubungannya dengan apa yang diterangkan tadi ialah persoalan hubungan hirarki antara kedua perangkat hukum itu, baik merupakan dua perangkat hukum yang pada hakikatnya merupakan bagian dari satu keseluruhan hukum yang sama.
             Menurut paham dualism ini yang bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya. Alasan yang diajukan oleh penganut aliran dualisme bagi pandangan tersebut diatas didasarkan pada alasan formal maupun alasan yang berdasarkan kenyataan. Diantara alasan-alasan yang terpenting dikemukakan hal sebagai berikut :
1.      Kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada kemauan negara dan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara.
2.      Kedua perangkat hukum itu berlainan subjek hukumnya, subjek hukum dari hukum nasional ialah orang perorangan sedangkan subjek hukum dari hukum internasional ialah negara.
3.      Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakkan pula perbedaan dalm strukturnya.
4.       Perbedaan daya laku hukumnya.
      Paham monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia. Akibat pandangan monisme ini ialah bahwa antara dua perangkat ketententuan hukum ini mungkin ada hubungan hirarki. Ada pihak yang menganggap bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum nasional. Paham ini adalah paham monisme dengan primat hukum nasional. Paham yang lain berpendapat bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional yang utama ialah hukum internasional. Pandangan ini disebut dengan paham monsme dengan primat internasional. Menurut teori monism kedua-duanya mungkin. Pandangan yang melihat kesatuan antara hukum nasional dan hukum internasional dengan primat nasional ini pada hakikatnya menganggap bahwa hukum internasional itu bersumber pada hukum nasional. Alasan utama anggapan ini ialah :
a.       Bahwa tidak ada satu organisasi diatas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara didunia ini.
b.      Dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional terletak dalam wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional, jadi wewenang konstitusional. Kelemahan dasar ialah bahwa paham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum yang tertulis semata-mata sehingga sebagai hukum internasional dianggap hanya hukum yang bersumberkan perjanjian internasional, suatu hal sebagaimana diketahui tidak benar. Kelemahan kedua ialah bahwa pada hakikatnya pendirian paham monisme dengan primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional yang mengikat negara.

2. 2.     Primat hukum internasional menurut praktik internasional
            Praktik hukum internasional memberikan cukup bahan atau contoh bagi kesimpulan bahwa pada masa dan tingkat perkembangan masyarakat internasional dewasa ini hukum internasional memiliki wibawa terhadap hukum nasional untuk mengatakan bahwa pada umumnya hukum internasional itu ditaati dan hukum nasional itu pada hakikatnya tunduk pada hukum internasional. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pada umumnya negara-negara didunia ini saling menghormati tanpa batas atau garis batas lainnya yang memisahkan wilayah negara yang satu dari yang lainnya. Dengan lain perkataan, negara-negara menaati hukum internasional mengenai batas wilayah negara sebagai suatu hukum yang mengikat dirinya dalam pergaulan dengan negara lain, khususnya dengan negara-negara tetangganya. Usaha mengubah perbatasan negara dengan jalan kekerasan merupakan suatu hal yang dewasa ini hamper tidak lagi dilakukan. Contoh lain kaidah hukum internasional yang umumnya ditaati ialah hukum yang mengatur perjanjian internasional antarnegara. Pada umumnya, negara-negara menaati kewajiban yang bersumber pada perjanjian internasional dengan negara lain. Disini pun sekali-kali hal terjadi penyimpangan dari keadaan umum ini dan seperti juga dalam hal hukum internasional mengenai perbatasan wilayah, pelanggaran demikian sering menarik banyak perhatian sehingga terlupakan kenyataan praktik hukum internasional dibidang ini yang sebenarnya, yaitu bahwa pada umumnya negara-negara didunia menaati perjanjian internasional yang telah diadakannya dengan negara lain.

2. 3.     Hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional menurut hukum positif negara.
            Masalah hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional secara umum dan praktik beberapa negara termaksud Indonesia, bagaimanakah kira duduk persoalan hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional itu menurut hukum positif negara. Dalam beberapa hal tertentu terutama dalam keadaan kita turut serta dalam suatu konvensi yang mengandung berbagai perubahan dan pembaharuan, kelalaian demikian memang bisa menimbulkan keadaan yang kurang diinginkan orang, terutama para petugas dilapangan tentu berpegang pada ketentuan perundang-undangan yang ada (dan belum) diubah yang didasarkan atas konvensi yang lama, sedangkan sebagai negara kita sudah resmi terikat pada konvensi yang baru.






BAB III
HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL
DENGAN HUKUM NASIONAL

            Seperti kebanyakan orang ketahui bahwa selain adanya hukum nasional yang mengatur dan berlaku di suatu Negara juga terdapat hukum lain yang lebih tunggi yang mengatur hubungan antara Negara- negara. Adanya hukum internasional dan hukum nasional ini juga menjadi pokok bahasan yang menarik untuk di bahas yang mana dalam kaitan antar keduanya ada sekelompok-sekelompok orang yang mempertanyakan tentang keberadaan kedua hukum tersebut apakah keduanya terpisah dan dapat dikatakan berdiri sendiri-sendiri atau keduanya merupakan bagian dari suatu sub system yang lebih besar yaitu tatanan system hukum yang lebih besar lagi.

          Hubungan hukum internasional dengan hukum nasional dapat dilihat dari dua segi, yakni segi teoritis dan segi praktis. Kedua segi ini terlihat pada persoalan-persoalan berikut:
a)      persoalan ilmu hukum tentang hubungan di antara kedua sistem hukum; dan
b)      persoalan praktik, yakni mengenai pengaruh dari masing-masing sistem hukum terhadap yang lainnya.
          Persoalan yang pertama (a) persoalan teoritis, yaitu hubungan hukum internasional dengan hukum nasional sebagai  bagian dari sistem hukum pada umumnya, sebagai hukum yang efektif dan benar-benar hidup dalam kenyataan. Yang kedua (b) persoalan praktik, yang dapat kita jumpai pada, misalnya, apakah perjanjian atau kebiasaan internasional berlaku seluruhnya dalam hukum nasional? Apakah ada pengaruh hukum nasional terhadap hukum internasional? Jawaban atas pertanyaan ini dapat ditemukan dalam praktik berbagai negara.
2. 3.     Teori-teori hubungan hukum internasional dengan hukum nasional
            Teori-teori tentang hubungan hukum internasional dengan hukum nasional berkaitan erat dengan pandangan mengenai dasar keberadaan dan berlakunya hukum internasional.
          Ada dua teori mengenai keberadaan dan berlakunya hukum internasional, yakni teori voluntaris dan obyektivis. Menurut voluntarisme ada dan berlakunya hukum internasional karena kemauan negara. Sebaliknya, menurut obyektivist ada dan berlakunya hukum internasional terlepas dari kemauan negara.
          Perbedaan pandangan ini menimbulkan akibat yang berbeda pula. Pendapat pertama, membawa akibat bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua perangkat hukum yang berdampingan dan terpisah. Sedangkan yang kedua, beranggapan bahwa keduanya merupakan bagian dari satu kesatuan sistem hukum. Akibat berikutnya, adalah persoalan peringkat di antara kedua perangkat hukum itu.
          Dengan demikian, maka persoalan hubungan hukum internasional dengan hukum nasional menimbulkan dua teori. Teori-teori tersebut adalah teori monisme, dan dualisme.
          Menurut teori dualisme, hukum nasional dan hukum internasional merupakan sistem yang terpisah. Keduanya,  tidak  memiliki  hubungan  saling  mengatasi  dan membawahi. Keduanya mengatur hal yang sama, yang satu tidak mendasari yang lain. Pendukung utama dari teori ini adalah Triepel dan Anzilotti, dua orang penulis positivist. Para penganut positivist memandang mengikatnya hukum internasional didasarkan pada kemauan negara. Oleh karena itu, wajar jika mereka memandang bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua perangkat hukum yang masing-masing berdiri sendiri.
          Hukum internasional menurut teori dualisme, secara mendasar berbeda dengan hukum nasional dari beberapa negara. Perbedaan tersebut adalah:
·                     Pertama, berkaitan dengan sumber  hukum  internasional  dan  hukum  nasional. Hukum nasional bersumber pada kebiasaan yang tumbuh dalam batas wilayah negara tersebut dan undang-undang yang dibuat oleh pengundang-undang. Hukum internasional bersumber pada kebiasaan yang tumbuh di antara negara-negara dan perjanjian yang membentuk hukum yang ditandatangani oleh negara-negara itu;
·                     Kedua, berkaitan dengan hubungan yang diatur oleh kedua sistem hukum tersebut. Hukum nasional mengatur hubungan orang perorangan di bawah kekuasaan suatu negara dan hubungan negara dengan orang perorangan. Di lain pihak hukum internasional mengatur hubungan antar negara;
·                     Ketiga, berkaitan dengan muatan dari kedua hukum itu. Hukum nasional adalah hukum mengenai kedaulatan negara, sedangkan hukum internasional adalah hukum antar negara-negara berdaulat ~ bukan hukum yang mengatasi negara-negara itu, karenanya merupakan hukum yang lemah.

          Alasan-alasan yang agak berbeda dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, para penganut aliran dualisme mengemukakan alasan-alasan: (1) sumber hukum kedua perangkat hukum itu berbeda, hukum nasional bersumber pada kemauan negara sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama negara-negara, (2) subyek hukum keduanya berlainan. Subyek hukum dari hukum nasional adalah orang perorangan baik dalam hukum perdata maupun publik, sedangkan hukum internasional subyeknya adalah negara; (3) strukturnya berbeda. Lembaga-lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum, seperti mahkamah dan organ-organ eksekutif   di dalam kenyataannya hanya ada di dalam lingkungan hukum nasional. Dan, daya berlakunya atau keabsahan kaidah-kaidah hukum nasional tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa kaidah hukum nasional itu bertentangan dengan hukum internasional. Dengan kata lain, hukum nasional tetap berlaku secara efektif sekalipun bertentangan dengan hukum internasional.

          Pandangan dualisme tersebut menimbulkan akibat-akibat sebagai berikut:
1.      Kaidah-kaidah atau perangkat-perangkat hukum  yang satu tak mungkin bersumber atau berdasar pada kaidah yang lain. Jadi, tidak ada persoalan hirarchi antara kedua sistem hukum tersebut, karena kedua sistem hukum tersebut pada hakikatnya berlaian, tidak saling tergantung, dan yang satu terlepas dari yang lain.
2.      Tak mungkin ada pertentangan antara kedua sistem hukum tersebut. Yang mungkin hanya penunjukan (renvoi).
3.      Agar dapat berlaku dalam lingkungan hukum nasional, hukum internasional harus ditransformasikan ke dalam hukum nasional.
         
Sekalipun menentang teori dualisme, Sir Gerald Fizmaurice juga berpendapat bahwa sebagai sistem hukum, hukum internasional dan hukum nasional tidak bertentangan. Ini, karena lingkungan belakunya berbeda. Masing-masing menempati kedudukan tertinggi di bidangnya. Namun, hukum internasional dan hukum nasional bisa menimbulkan pertentangan kewajiban. Ketakmampuan negara bertindak  dalam bidang dalam negeri sebagaimana diharuskan hukum internasional tidak mengakibatkan tidak sahnya hukum nasional tetapi hanya menimbulkan tanggung jawab negara di bidang internasional.
1. Teori Dualisme
Anggapan dari teori ini adalah hukum internasional dan hukum nasional itu adalah merupakan dua bidang hukum yang berbeda satu sama lain. Perbedaan yang mencolok yaitu tenang subjek hukum,sumber hukum,ruang lingkup dan lain-lain.Dari segi sumber hukum teori ini menyimpulkan bahwa hukum nasional itu terletak pada kehendak Negara sedangkan hukum internasional itu berdasarkan kesepakatan antar berbagai Negara. Sedangkan bila di tinjau dari ruang lingkupnya hukum nasional itu mengatur hubungan yang terjadi dalam batas-batas wilayahnya,sedangkan hukum internasional itu mengatur hubungan antar Negara.
         
Alasan-alasan yang dikemukakan para penganut teori dualisme memiliki kelemahan-kelemahan, yakni:
a)      Pendapat yang menyatakan sumber hukum adalah kemauan negara tidak tepat. Ada dan berlakunya hukum terlepas dari kemauan negara. Yang jelas hukum itu ada dan berlaku karena diperlukan oleh kebutuhan manusia yang beradab. Tanpa hukum, kehidupan yang teratur tidak mungkin terwujud. Hal ini berlaku pula dalam hukum internasional. Jadi, adanya hukum hanya merupakan prasyarat bagi adanya kehidupan manusia yang teratur terlepas dari keinginan para subyek hukum itu untuk terikat.
b)      Berlainannya subyek hukum antara hukum internasional dengan hukum nasional juga tidak tepat. Sebab, dalam satu lingkungan hukum pun subyeknya bisa saja berlainan. Di dalam hukum nasional misalnya, ada perbedaan antara subyek hukum di bidang hukum perdata dan hukum publik. Juga, tidak tepat menyatakan bahwa subyek hukum internasional adalah negara. Sebab, selain negara, orang perorangan pun pada masa sekarang bisa menjadi subyek hukum.
c)      Perbedaan berdasarkan struktur juga tidak tepat. Sebab, persoalan struktur hanya merupakan persoalan gradual bukan hakiki. Perbedaan ini hanya menunjukkan gejala dari tahap integrasi masyarakat nasional dan internasional. Sebagai masyarakat, masyarakat nasional telah mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mayarakat internasional. Oleh karena itu, bentuk-bentuk organisasinya pun lebih bekembang dan lebih sempurna. 
d)     Pemisahan mutlak hukum nasional dan hukum internasional tidak dapat menjelaskan dengan memuaskan kenyataan dalam praktik, yakni hukum nasional tunduk atau sesuai dengan hukum internasional. Adanya hukum nasional yang bertentangan dengan hukum internasional bukan merupakan bukti kurang efektifnya hukum internasional.

          Selain para penulis positivist, teori dualisme ini didukung pula oleh para penulis lainnya dan secara tersirat juga oleh para hakim pengadilan. Namun, berbeda dengan alasan yang dikemukakan para positivist mereka terutama memandang adanya perbedaan empiris dalam sumber formal kedua sistem hukum tersebut. Di satu pihak, hukum internasional sebagian besar terdiri dari hukum kebiasaan dan traktat; dan, hukum nasional di pihak lain, terutama terdiri dari hukum buatan hakim (judge made law) dan undang-undang.

Dalam perkembangannya pertanyaan mendasar tersebut melahirkan beberapa teori yaitu :
            Menurut teori ini hukum nasional dan hukum internasional hnyalah merupakan bagian saja dari suatu hukum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. Menurut paham ini semua hukum yang kita kenal adalah merupakan suatu kesatuan yang sifatnya mengikat. Apakah mengikat individu maupun mengikat subjek-subjek hukum lainnya, semuanya itu adalah merupakan suatu kesatuan hukum yaitu hukum yang berlaku bagi umat manusia. Tokoh yang terkenal yaitu Hans Kelsen. Monisme ini sebenarnya merupakan perwujudan dari ajaran hukum alam yang memandang hukum sebagai suatu yang berlaku umum dan abstrak serta berlaku dimana-mana,dan berlaku satu hukum bagi seluruh umat manusia di dunia.

Pendapat dari teori ini cenderung berpandangan kondisi “ideal”. Maksudnya disini adalah kelompok ini menyatakan bahwa hukum internasional lebih tinggi kedudukannya dari pada hukum nasional suatu Negara. Jadi kondisi ideal yang dimaksudkan adalah jika hal ini diterapkan pada Negara-negara di dunia maka akan terwujud suatu kondisi ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat internasional.
2.      Teori Monisme       
Aliran kedua, yaitu aliran monisme menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu kesatuan yang saling terkait dari satu bentuk sistem hukum yang lebih besar. Menurut penganut teori monisme, semua hukum merupakan satu kesatuan tunggal yang mengikat negara-negara, orang-perorangan ataupun kesatuan-kesatuan bukan negara.
          Aliran ini menolak semua alasan yang dikemukakan penganut aliran dualisme. Ada beberapa alasan yang dikemukakan untuk menyangkalnya. Pertama, bahwa  kedua sistem hukum tersebut mengatur tingkah laku orang-perorangan. Bedanya, hanya pada lingkup tingkah laku yang diatur oleh kedua sistem hukum tersebut. Kedua, paham monisme menegaskan bahwa lingkup kedua bidang hukum itu terutama adalah subyek hukum terlepas dari kehendak mereka. Ketiga, kedua sistem hukum itu merupakan perwujudan dari satu konsepsi tentang hukum.

          Akibat  dari pandangan paham monisme tersebut, adalah adanya hubungan peringkat (hirarkhi) antara kedua perangkat hukum tersebut. Dalam kaitan dengan persoalan peringkat ini, aliran monisme dapat dibedakan atas aliran monisme dengan pengutamaan pada hukum nasional (monisme dengan primat hukum nasional) dan aliran monisme dengan pengutamaan pada hukum internasional (monisme dengan primat hukum internasional).
          Menurut paham monisme dengan pengutamaan hukum nasional, dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum nasional. Sebaliknya, menurut paham monisme dengan pengutamaan pada hukum internasional, yang utama adalah hukum internasional.
          Dalam pandangan paham monisme dengan pengutamaan (primat) pada hukum nasional, hukum internasional tidak lain dari kelanjutan hukum nasional, atau hukum nasional untuk urusan luar negeri (Auszeres Staatsrecht). Pandangan ini pada hakikatnya memandang bahwa hukum internasional bersumber pada hukum nasional.


          Untuk mendukung teorinya, para pemuka aliran ini (antara lain Max Wenzel dari mazhab Bon), mengemukakan alasan-alsan sebagai berikut:
1.      tak ada satu organisasi pun di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia;
2.      dasar dari hukum internasional terletak pada wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian internasional. Jadi, merupakan wewenang konstitusional.

 Paham ini memiliki kelemahan-kelemhan, yakni:
1.      Terlalu memandang hukum sebagai hukum yang tertulis saja, sehingga melihat hukum internasional hanya pada hukum yang bersumber pada perjanjian internasional. Pandangan ini, jelas tidak benar. 
2.      Pendirian yang mengutamakan hukum nasional daripada hukum internasional merupakan penyangkalan terhadap hukum internasional yang mengikat negara-negara. Karena menggantungkan berlakunya hukum internasional pada hukum nasional sama saja artinya dengan menggantungkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara. Keterikatan ini bisa ditiadakan  jika negara tersebut menarik kehendaknya untuk terikat pada hukum internasional. Dalam hal ini paham monisme dengan pengutamaan pada hukum nasional memiliki simpulan yang tidak jauh berbeda dengan paham dualisme.
          Sebaliknya, paham monisme dengan pengutamaan pada hukum internasional menyatakan bahwa hukum internasional memiliki peringkat yang lebih tinggi daripada hukum nasional. Hukum nasional tunduk pada hukum internasional, dan kekuatan mengikatnya pada hakikatnya berdasarkan pendelegasian wewenang dari hukum intrnasional. Paham ini dikembangkan oleh mazhab Wina (Kunz, Kelsen dan Verdross) dan disokong oleh aliran yang berpengaruh di Perancis (Duguit, Scelle dan Burquin). Teori-teori   ini  pun  tidak  luput dari kelemahan-kelemahan. Adapun kelemahan-kelemahannya adalah:
1.      Pandangan yang menyatakan bahwa hukum nasional tergantung pada hukum internasional sama saja dengan menyatakan bahwa hukum internasional lebih dahulu ada dari pada hukum nasional. Ini tidak sesuai dengan kenyataan. Justeru sebaliknya. Dalam  sejarah hukum nasional lebih dahulu ada daripada hukum internasional.
2.      Kekuatan mengikat hukum nasional diperoleh dari hukum internasional atau merupakan derivasi daripadanya, juga tidak benar. Kenyataannya, wewenang suatu negara sepenuhnya termasuk wewenang hukum nasional.
          Dengan demikian, maka baik paham monisme dengan pengutamaan pada hukum nasional maupun paham monisme dengan pengutamaan pada hukum internasional keduanya tidak mampu memberikan penjelasan yang memuaskan. Pandangan dualisme yang menyatakan bahwa kedua perangkat hukum tersebut sama sekali terpisah, tidak masuk akal, karena pada hakikatnya menyangkal adanya hukum internasional. Dan paham monisme yang mengaitkan tunduknya negara pada hukum internasional dengan persoalan hubungan subordinasi dalam arti Struktural organis juga tidak masuk akal, karena tidak sesuai dengan kenyataan.
3.      Teori transformasi, Deligasi, dan Haromonisasi
            Menurut teori-teori ini hukum internasional dan hukum nasional harus dipandang sejajar dalam hal kedudukannya serta adanya hubungan natara satu dengan yang lain .

2. 4.          Hubungan hukum internasional dengan hukum nasional dalam praktik negara-         negara
       Tinjauan teoritis hubungan hukum nasional dengan hukum internasional ternyata tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Oleh karena itu, kita sebaiknya melepasakan diri dari persoalan-persoalan yang bersifat teoritis, dan melihatnya dari sudut praktik.

          Didalam praktik, banyak contoh yang menunjukkan bahwa hukum internasional memperlihatkan  kewibawaannya  terhadap  hukum  internasional. Pada umumnya, hukum internasional itu ditaati. Kepatuhan negara terhadap hukum internasional karena untuk mengatur hubungan negara diperlukan hukum internasional.
          Memang,   dalam    kenyataan   sehari-hari   acap terjadi pelanggaran terhadap hukum internasional. Namun, dibandingkan dengan penaatan terhadap keseluruhan hukum internasional, maka pelanggaran tersebut jauh lebih rendah tingkat keacapannya dibandingkan dengan pelanggaran yang terjadi.
          Dalam hukum humaniter internasional misalnya, acap terjadi pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran itu berupa pemboman desa-desa atau kota yang tak dipertahankan, serangan terhadap penduduk sipil, perlakuan tidak baik terhadap tawanan perang, perkosaan, penyiksaan dan lain-lain tetapi kita harus melihatnya secara keseluruhan. Dengan mempertimbangkan semua kasus bahwa jiwa manusia bisa diselamatkan karena para petempur (combatant) masih memiliki rasa kemanusiaan sesuai dengan hukum humaniter.

          Hal-hal lain yang memberikan petunjuk ditaatinya hukum internasional pada umumnya, seperti ketentuan mengenai perbatasan, perjanjian internasional, perlakuan terhadap orang asing dan hak miliknya. Akan tetapi, tidak berarti bahwa aturan-aturan hukum internasional mengenai hal tersebut tidak pernah dilnggar. Pelanggaran sesekali terjadi. Oleh karena itu, pelanggaran ini lebih tepat dikatakan sebagai pengecualian atas penaatan hukum yang pada umumnya dipatuhi.
          Tegasnya,  hukum internasional pada umumnya ditaati oleh masyarakat internasional. Dalam menerapkan hukum internasional dalam lingkup nasional tersebut acap dilakukan penyeusian-penyesuain dengan hukum nasional. Penyesuaian-penyesuaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan  berbagai macam teori. Teori-teori tersebut adalah, teori koordinasi, inkorporasi, transformasi, delegasi, harmonisasi dan filterisasi. Berdasarkan teori-teori ini, hukum internasional tidak perlu dipertentangkan dengan hukum nasional, tidak perlu dipersoalkan mengenai pringkat, dan tidak perlu dipisahkan secara tegas satu dengan lainnya.

          Teori koordinasi dapat disimpulkan dari pendapat Fitzmaurice dan Rouseau. Menurut Fitzmaurice, hukum internasional dan hukum nasional tidak bertentangan, karena keduanya berlaku dalam lingkup yang berbeda. Yang ada, hanyalah pertentangan kewajiban. Kewajiban negara dalam bidang nasional untuk bertindak dengan cara yang diharuskan oleh hukum internasional. Tidak dilaksanakannya kewajiban ini tidak berakibat tidak sahnya hukum nasional, tetapi hanya berupa tanggung jawab negara di bidang internasional. Sebagai hukum koordinasi, hukum internasional menurut Rousseau tidak menetapkan pencabutan sertamerta hukum nasional yang bertentangan dengan hukum internasional. Para penulis ini, mengutamakan praktik daripada teori.
          Teori transformasi menekankan segi perubahan dan penyesuaian (baik bentuk maupun isinya) hukum internasional dengan kondisi hukum nasional suatu negara. Berdasarkan teori ini, hukum internasional itu berlaku jika sudah dialihkan ke dalam hukum nasional. Pengalihan ini dilakukan dengan cara pengundangan hukum internasional tersebut ke dalam hukum nasional. Dengan cara ini, hukum internasional akan berlaku efektif di suatu negara.
          Menurut teori delegasi negara memiliki hak untuk menerima keberadaan hukum intenasional. Negara diberi wewenang untuk menerima dan menolaknya. Teori harmonisasi menekankan pada segi-segi keseimbangan atau keserasian antara hukum nasional dengan hukum internasional. Dengan pendekatan ini hukum internasional dan hukum nasional tetap terpelihara kewibawaannya. Teori filterisasi tetap mengakui keberadaan hukum internasional tetapi di dalam pelaksanaannya dilakukan penyaringan guna disesuaikan dengan kepentingan nasional negara-negara bersangkutan.
          Hukum internasional, merupakan bagian dari hukum nasional. Demikian menurut teori inkorporasi. Selanjutnya, bagaimana penerapan hukum internasional pada tataran nasional, akan diuraikan dalam praktik yang diterapkan diberbagai negara.






BAB  III
KESIMPULAN

Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur hubungan antara person hukum internasional (Negara dan Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.




 DAFTAR PUSTAKA

Kusumaatmadja, Mochtar., Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung, 1982.


Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Lorem ipsum

Dolor sit amet

About Me

Hukum © Layout By Hugo Meira.

TOPO